diary

diary

**

Rabu, 05 Desember 2012

SAMPAIKAH PAHALA BACAAN PADA MAYIT...

Atsar Sahabat belum sampai kepada mereka Mereka mengatakan bahwa "Rasulullah tidak pernah mengajarkan dan Salafush Sholeh pun, tidak ada diantara mereka yang melakukan sedekah pahala bacaan Al Quran seperti praktek kirim fatihah untuk mayit " Hal yang harus kita ingat bahwa jumlah hadits yang telah dibukukan hanya sebagian kecil dari jumlah hadits sebenarnya. Dalam hal syariat, hadits-hadits yang telah dibukukan sudah terwakilkan namun hal kebiasaan yang dilakukan oleh Salafush Sholeh tidak seluruhnya telah terbukukan. Untuk itulah sekali-kali kita perlu bertanya atau mengkonfirmasi kepada para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah dan Salafush Sholeh karena mereka pada umumnya memiliki ketersambungan dengan lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui dua jalur yakni 1. Melalui nasab (silsilah / keturunan). Pengajaran agama baik disampaikan melalui lisan maupun praktek yang diterima dari orang tua-orang tua mereka sebelumnya terhubung ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam 2. Melalui sanad ilmu atau sanad guru. Pengajaran agama dengan bertalaqqi (mengaji) dengan para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat yakni para ulama yang sholeh memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau para ulama yang sholeh yang memiliki ketersambungan sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empatSehingga para ulama yang sholeh dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih terjaga kemutawatiran sanad, kemurnian agama dan akidahnya. Imam Ahmad kembali mengingkarinya karena atsar tentang hal itu tidak sampai kepadanya namun kemudian Imam Ahmad ruju ' قال الحافظ بعد تحريجه بسنده إلى البيهقى قال حدثنا أبو عبدالله الحافظ قال حدثنا ابو العباس بن يعقوب قال حدثنا العباس بن محمد قال سألت يحي بن معين عن القرأءة عند القبر فقال حدثنى مبشر بن أسماعيل الحلبي عن عبد الرحمن بن اللجلاج عن أبيه قال لبنيه إذا أنا مت فضعونى فى قبرى وقولوا بسم الله وعلى سنه رسول الله وسنوا على التراب سنا ثم إقرأوا عند رأسى أول سوره البقرة وخاتمتها فإنى رأيت إبن عمر يستحب ذلك, قال الحافظ بعد تخريجه هذا موقوف حسن أخريجه أبو بكر الخلال وأخريجه من رواية أبى موسى الحداد وكان صدوقا قال صلينا مع أحمد على جنازة فلما فرغ من ذفنه حبس رجل ضرير يقرأ عند القبر فقال له أحمد يا هذا إن القراءة عند القبر بدعة فلما خرجنا قال له محمد بن قدامة يا أبا عبد الله ما تقول فى مبشر بن إسماعيل قال ثقة قال كتبت عنه شيئا قال نعم قال إنه حدثنى عن عبد الرحمن بن اللجلاج عن أبيه أنه أوصى إذا دفن أن يقرؤا عند قبره فاتحة البقرة وخاتمتها وقال سمعت ابن عمر يوصى بذلك قال فقال أحمد للرجل فليقرأ. اه al-Hafidh (Ibnu Hajar) berkata setelah mentakhrijnya dengan sanadnya kepada al-Baihaqi, ia berkata ; telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Al-Hafidz, ia berkata telah menceritakan kepada kami Abul 'Abbas bin Ya'qub, ia berkata, telah menceritakan kepada kami al-' Abbas bin Muhammad, ia berkata, aku bertanya kepada Yahya bin Mu'in pada pembacaan al-Qur'an disamping qubur, maka ia berkata; telah menceritakan kepadaku Mubasysyir bin Isma'il al-Halabi dari 'Abdurrahman bin al-Lajlaj dari ayahnya, ia berkata kepada putranya, ketika aku meninggal, letakkanlah aku dalam kuburku , dan katakanlah oleh kalian "Bismillah wa 'alaa Sunnati Rasulillah", kemudian gusurkan tanah diatasku dengan perlahan, selanjutnya bacalah oleh kalian disini kepalaku awal surat al-Baqarah dan mengkhatamkannya, karena sesungguhnya aku melihat Ibnu' Umar menganjurkan hal itu. Kemudian al-Hafidh (Ibnu Hajar) berkata setelah mentakhrijnya, hadits ini mauquf yang hasan, Abu Bakar al-Khallal telah mentakhrijnya dan ia juga mentakhrijnya dari Abu Musa al-Haddad sedangkan ia orang yang sangat jujur. Ia berkata: kami shalat jenazah bersama bersama Ahmad, maka tatkala selesai pemakamannya duduklah seorang laki-laki buta yang membaca al-Qur'an disamping qubur, maka Ahmad berkata; "hei apa ini, sungguh membaca al-Qur'an disamping qubur adalah bid'ah". Maka tatkala kami telah keluar, berkata Ibnu Qudamah kepada Ahmad: "wahai Abu Abdillah, apa komentarmu tentang Mubasysyir bin Isma'il?", Ahmad berkata: tsiqah, Ibnu Qudamah berkata: engkau menulis sesuatu darinya? ", Ahmad berkata: Iya. Ibnu Qudamah berkata: sesungguhnya ia telah menceritakan kepadaku dari Abdurrahman bin al-Lajlaj dari ayahnya, ia berpesan apabila dimakamkan agar dibacakan pembukaan al-Baqarah dan mengkhatamkannya disamping kuburnya, dan ia berkata: aku mendengar Ibnu 'Umar berwasiat dengan hal itu, maka Ahmad berkata kepada laki-laki itu " lanjutkanlah bacaaanmu ". Abdul Haq berkata: telah diriwayatkan bahwa Abdullah bin 'Umar-radliyallahu' anhumaa-memerintahkan agar dibacakan surat al-Baqarah disisi quburnya dan diantara yang meriwayatkan demikian adalah al-Mu'alla bin Abdurrahman Imam Syafi'i ra, ulama yang telah diakui oleh jumhur ulama dari dahulu sampai sekarang berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Ulama yang paling baik dalam memahami Al Qur'an dan As Sunnah dan Ia masih bertemu dengan para perawi hadits atau Salafush Sholeh, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Nawawi قال الشافعي رحمه الله : ويستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن, وإن ختموا القرآن عنده كان حسنا "Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata:" disunnahkan agar membaca sesuatu dari al-Qur'an disisi quburnya, dan ketika mereka mengkhatamkan al-Qur'an disisi quburnya maka itu bagus "(Riyadlush Shalihin [1/295] lil-Imam an-Nawawi; Dalilul Falihin [6/426] li-Imam Ibnu 'Allan; al-Hawi al-Kabir fiy Fiqh Madzhab asy-Syafi'i (Syarah Mukhtashar Muzanni) [3/26] lil-Imam al-Mawardi dan lainnya. قال الشافعى: وأحب لو قرئ عند القبر ودعى للميتImam Syafi'i mengatakan "aku menyukai sendainya dibacakan al-Qur'an disamping qubur dan dibacakan doa untuk mayyit "(Ma'rifatus Sunani wal Atsar [7743] lil-Imam al-Muhaddits al-Baihaqi.) Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir pada tafsir An Najm 38-39 tertulis Firman lebih lanjut wa-an laysa lil-insaani illaa maa sa ' aa, "dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya" (QS An-Najm [53]: 39) أي: كما لا يحمل عليه وزر غيره, كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه. ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي, رحمه الله, ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى; لأنه ليس من عملهم ولا كسبهم; ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه, ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء, ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة, رضي الله عنهم, ولو كان خيرا لسبقونا إليه, "maksudnya, sebagaimana dosa orang lain tidak akan dibebankan kepadanya, maka demikian pula ia tidak akan mendapatkan pahala melainkan dari apa yang diusahakannya sendiri. Dari ayat ini pula Imam Asy Syafi ' i ~ rahimahullah dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa pengiriman pahala bacaab Al Qur'an itu tidak akan sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia, karena bacaan itu bukan amal dan usaha mereka. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah menyunnahkan atau memerintahkan ummatnya untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, beliau juga tidak pernah membimibing ummatnya berbuat Demkian, baik dalam bentuk nash maupun melalui sinyal. Dan perbuatan itu juga tidak pernah dinukil dari para Sahabat radhiallahuanhum. Jika hal itu merupakan suatu hal yang baik niscaya mereka akan mendahului kita semua dalam menerapkannya. Dan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah harus didasarkan pada nash-nash, tidak bisa didasarkan pada berbagai qiyas dan pendapat semata "Namun meskipun ia menyatakan tentang tidak sampainya pahala bacaan al Qur'an untuk mayit, adapun untuk doa dan sedekah, ia menegaskan akan adanya ijma (kesepakatan ulama) tentang sampainya hal tersebut. Tertulis: فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما, ومنصوص من الشارع عليهما. "Sedangkan doa dan sedekah sudah menjadi kesepkatan para ulama dan ketetapan nash syari'at bahwa hal itu akan sampai kepada si mayit " Jadi tampak jelas bahwa Ibnu Katsir pun sebagaimana awalnya Imam Ahmad, belum sampai atsar para Sahabat tentang pembacaan ayat al Qur'an maupun mengkhatamkan untuk dihadiahkan kepada mayyit Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan bahwa "Imam Asy Syafi'i ~ rahimahullah dan para pengikutnya menyimpulkan bahwa pengiriman pahala bacaab Al Qur'an itu tidak akan sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia "dikarenakan beliau mengikuti pendapat masyhur dari madzhab asy-Syafi'i bahwa pahala bacaan al-Qur'an tidak sampai kepada mayyit Namun hal yang harus kita ingat adalah ulama yang dapat menjelaskan pendapat Imam Mazhab seperti Imam Syafi'i adalah ulama yang mengikuti Imam Syafi'i yakni ulama yang memiliki ilmu riwayah dan dirayah dari Imam Syafi'i Sebagaimana yang disampaikan oleh 'ulama Syafi'iyah seperti Syaikhul Islam al- Imam Zakariyya al-Anshari dalam Fathul Wahab mengatakan أما القراءة فقال النووي في شرح مسلم المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابنا يصل وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إليه ثواب جميع العبادات من صلاة وصوم وقراءة وغيرها وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح الروض "Adapun pembacaan al-Qur'an , Imam an-Nawawi mengatakan dalam Syarh Muslim, yakni masyhur dari madzhab asy-Syafi'i bahwa pahala bacaan al-Qur'an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian Ashhab kami menyatakan sampai, dan kelompok-kelompok 'ulama berpendapat bahwa sampainya pahala seluruh ibadah kepada mayyit seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur'an dan yang lainnya. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur dibawa pada pengertian saat pembacaannya tidak di hadapan mayyit, tidak meniatkan pahala bacaannya untuknya atau meniatkannya, dan tidak mendo'akannya bahkan Imam as-Subkiy berkata; "yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur'an ketika diqashadkan (ditujukan) dengan bacaannya akan bermanfaat bagi mayyit dan diantara yang demikian, sungguh telah di tuturkannya dalam syarah ar- Raudlah ". (Fathul Wahab bisyarhi Minhajit Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari asy-Syafi'i [2/23]). Syaikhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj: قال عنه المصنف في شرح مسلم: إنه مشهور المذهب على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو القارئ ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع له "Sesungguhnya pendapat masyhur adalah diatas pengertian apabila pembacaan bukan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit), pembacanya tidak meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit atau meniatkannya, dan tidak mendo 'akannya untuk mayyit "(Tuhfatul Muhtaj fiy Syarhi al-Minhaj lil-Imam Ibn Hajar al-Haitami [7/74].) Jadi jelas Imam Syafi'i ~ rahimahullah menyatakan bahwa pahala bacaan sampai kepada mayyit dengan Persyaratan 1. Pembacaan dihadapan mayyit (hadlirnya mayyit), 2. pembacanya meniatkan pahala bacaannya untuk mayyit 3. pembacanya mendo'akannya untuk mayyit Jika tidak terpenuhi salah satu dari ketiga syarat tersebut maka pahala bacaan untuk mayyit tidak sampai Latar belakang Imam Syafi'i ~ rahimahullah mengatakan bahwa pahala bacaan Al Qur'an tidak sampai kepada yang wafat, karena orang-orang kaya yang di masa itu jauh hari sebelum mereka wafat, mereka akan membayar orang-orang agar jika ia telah wafat mereka menghatamkan Al Qur'an berkali-kali dan pahalanya untuknya, maka Al Imam Syafi'i ~ rahimahullah mengatakan bahwa pahala bacaan Al Qur'an tidak bisa sampai kepada yang wafat. Persyaratan sampai pahala bacaan atau sedekah lainnya tergantung niat (hati) jika niat tidak lurus seperti niat "jual-beli" maka pahala bacaan atau sedekah lainnya tidak akan sampai. Dituntut keikhlasan untuk setiap yang bersedekah baik dalam bentuk harta maupun dalam bentuk bacaan Al Qur'an. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Allah tidak memandang rupa dan harta kamu tetapi Dia memandang hati dan praktek kamu." (HR Muslim 4651 ). Rasulullah pernah bersabda, تصدقوا ولو بتمرة "Shodaqohlah kamu, meskipun hanya berupa sebutir kurma". (HR. Al Bukhari). Hadits ini menunujukkan bahwa shodaqoh itu, berupa apa saja dan berapa saja jumlahnya, Rasulullah tidak menentukan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa kita bisa bersedekah pada nama orang yang telah meninggal dunia حدثنا إسماعيل قال حدثني مالك عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة رضي الله عنها أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم إن أمي افتلتت نفسها وأراها لو تكلمت تصدقت أفأتصدق عنها قال نعم تصدق عنها Telah bercerita kepada kami Isma'il berkata telah bercerita kepadaku Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari' Aisyah radliallahu 'anha bahwa ada seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi shallallahu' alaihi wasallam: Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku menduga seandainya dia sempat berbicara dia akan bershadaqah. Apakah aku bisa bershadaqah atas namanya? Beliau menjawab: Ya bershodaqolah atasnya. (HR Muslim 2554) Contoh sedekah oleh bukan keluarga Pernah dicontohkan bebasnya utang mayyit yang ditanggung oleh orang lain sekalipun bukan keluarga. Ini berdasarkan hadits Abu Qotadah dimana ia telah menjamin untuk membayar hutang seorang mayyit sebanyak dua dinar. Ketika ia telah membayarnya Nabi bersabda: "Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya" (HR Ahmad) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa sedekah tidak selalu dalam bentuk hartaحدثنا عبد الله بن محمد بن أسماء الضبعي حدثنا مهدي بن ميمون حدثنا واصل مولى أبي عيينة عن يحيى بن عقيل عن يحيى بن يعمر عن أبي الأسود الديلي عن أبي ذر أن ناسا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالأجور يصلون كما نصلي ويصومون كما نصوم ويتصدقون بفضول أموالهم قال أو ليس قد جعل الله لكم ما تصدقون إن بكل تسبيحة صدقة وكل تكبيرة صدقة وكل تحميدة صدقة وكل تهليلة صدقة وأمر بالمعروف صدقة ونهي عن منكر صدقة Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Asma `Adl Dluba 'i Telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun Telah menceritakan kepada kami Washil maula Abu Uyainah, dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Ya'mar dari Abul Aswad Ad Dili dari Abu Dzar bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu' alaihi wasallam bertanya kepada beliau, Wahai Rosulullah, orang-orang kaya dapat memperoleh pahala yang lebih banyak. Mereka shalat seperti kami shalat, puasa seperti kami puasa dan bersedekah dengan sisa harta mereka. Maka beliau pun bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara kepada kalian untuk bersedekah? Setiap kalimat tasbih adalah sedekah, setiap kalimat takbir adalah sedekah, setiap kalimat tahmid adalah sedekah, setiap kalimat tahlil adalah sedekah, amar ma'ruf nahi munkar adalah sedekah (HR Muslim 1674) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya dan anak sholeh yang selalu mendoakannya. "(HR Muslim 3084) Apa yang dimaksud "terputus segala amalannya"? Hadits itu hanya mengatakan "inqatha'a 'amaluhu, terputus amalnya maknanya adalah setiap manusia setelah meninggal dunia maka kesempatan beramalnya sudah terputus atau apapun yang mereka perbuat, seperti penyesalan atau minta ampun mereka ketika mereka memasuki dunia bawah tidak akan diperhitungkan lagi amalnya kecuali amal yang masih diperhitungkan terus adalah apa yang dihasilkan dari amal yang mereka perbuat ketika masih hidup seperti, 1. Sedekah jariyah 2. Ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan yang disampaikan kepada orang lain 3. Mendidik anak sehingga menjadi anak sholeh yang selalu mendoakannya Hadits tersebut tidak dikatakan, "inqata'a intifa'uhu", "terputus keadaannya untuk memperoleh manfaat ". Adapun amal orang lain, maka itu adalah milik (haq) dari amil yakni orang yang mengamalkan itu kepada si mayyit maka akan sampailah pahala orang yang mengamalkan itu kepada si mayyit. Mereka mengatakan bahwa "secara logika kita juga sangat besar pahala, kenapa harus diberikan ke orang lain, memang kita sudah tidak butuh pahala Allah ". Hal ini bukanlah" persamaan matematika ". Sedekah dalam bentuk bacaan doa tidak mengurangi pahala yang bersedekah. Baik yang mensedekahkan dan saudara muslimnya yang menerima sedekah sama-sama menerima kebaikan ( pahala). Firman Allah ta'ala, wa-an laysa lil-insaani illaa maa sa'aa, "dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya" (QS An Najm [53]: 39) Ayat Al-Qur ' an itu tidak menafikan adanya kemanfaatan untuk seseorang dengan sebab usaha orang lain. Ayat Al Qur'an itu hanya menafikan "kepemilikan seseorang terhadap usaha orang lain". Allah Subhanahu wa ta'ala hanya mengabarkan bahwa "laa yamliku illa sa'yah (orang itu tidak akan memiliki kecuali apa yang diusahakan sendiri). Adapun usaha orang lain, maka itu adalah milik bagi siapa yang mengusahakannya. Jika dia mau, maka dia bisa memberikannya atau mensedekahkannya kepada orang lain dan begitupula jika ia mau, dia bisa mengatur untuk dirinya sendiri. jadi huruf "lam" pada lafadz "lil insane" itu adalah "lil istihqaq" yakni menunjukan arti "milik". Sesunggunya ayat (QS An Najm [53]: 39) terkait kuat dengan ayat sebelumnya yakni tentang dosa bukan tentang pahala. allaa taziru waaziratun wizra ukhraa "(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain" (QS An Najm [53]: 38) Begitulah cara kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang kaum Zionis Yahudi menghasut atau meluncurkan ghazwul fikri (perang pemahaman) terhadap kaum muslim dengan menyebarluaskan potongan-potongan ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits untuk menimbulkan perpecahan di antara kaum muslim. Jadi sesungguhnya dalam bentuk lengkapnya adalah "(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya) Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu) "(QS An Najm [53]: 38 s / d 42) Kaum Yahudi sudah berhasil mensesatkan kaum Nasrani bahwa seseorang dapat menanggung atau menebus dosa orang lain. Padahal sudah dijelaskan "Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya "(Jehezkiel 18:20) Dijelaskan bahwa kebaikan (pahala) dan kefasikan (dosa) adalah milik orang yang melakukannya Kebaikan (pahala) dapat diberikan kepada orang lain namun dosa tidak dapat diberikan atau ditanggung oleh orang lain Firman Allah ta'ala yang artinya "(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain" (QS Al Najm [53]: 38) "Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain" (QS Al Israa [17]: 15) "Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS Yaa Siin [36]: 54) "Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikit dan tidak akan diterima suatu tebusan darinya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong. "(QS Al Baqarah [2]: 123) Wassalam Zona di jonggol, Kab Bogor 16830